Oleh: KH. Imam Yahya Mahrus
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. نَحْمَدُ اللهَ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ وَنُؤْمِنُ
بِهِ إِيْمَانَ الْمُوْقِنِيْنَ وَنُقِرُّ بِوَحْدَانِيَّتِهِ إِقْرَارَ
الصَّادِقِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ
الْعَالَمِيْنَ خَالِقُ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرَضِيْنَ مُكَلَّفُ الْإِنْسِ
وَالْجِنِّ وَالْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ أَنْ يَعْبُدُوْهُ عِبَادَةَ
الْمُخْلِصِيْنَ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى جَمِيْعِ النَّبِيِّيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:
Pembaca setia…
Kita sebagai mahkluk yang dianugerahi akal oleh Allah SWT, dengan
keteguhan iman yang kita miliki, tentunya kita tahu bahwa sa’adah
(kebahagiaan/kesuksesan) di dunia dan akhirat tidak mungkin bisa dicapai
melainkan dengan ilmu dan amal. Kita harus mengerti bahwa ilmu dan amal
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sebab ilmu tanpa amal
bagaikan pohon yang tak berbuah, begitupun sebaliknya, amal tanpa ilmu seperti buah yang tak memiliki pohon, yakni amal akan “mardud”
(tidak diterima) tanpa ilmu. Akan tetapi sebuah amal tidak akan berguna
jika tidak disertai niat yang benar. Namun begitu, niat saja tidak
cukup tanpa dibarengi keikhlasan, karena segala bentuk amal
ibadah yang dilakukan tanpa disertai keikhlasan adalah riya yang
nantinya akan melebur amal kita menjadi sia-sia tiada guna.
Pembaca yang budiman…
Sampai seberapa keutamaan niat? Nabi Saw. menjelaskan dalam sabdanya:
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا أَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ (رواه مسلم)
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidaklah melihat rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah hanya melihat hati dan amal kalian.”
Hadis tersebut menerangkan bahwa yang dinilai Allah adalah hati kita,
bukan fisik atau harta. Mengapa yang dilihat hanya hati kita? Karena
hati adalah tempat niat, dan niat adalah sesuatu yang hanya bisa
dilakukan oleh hati semata. Dari sini kita mengerti keutamaan niat.
Jadi, pertama yang dilihat adalah niat kita, benar atau tidak. Setelah
itu, baru amal kita yang dipandang Allah, ikhlas atau tidak dalam
menjalankannya. Jika ikhlas maka amal kita akan diterima oleh Allah.
Begitupun sebaliknya, apabila tidak ikhlas maka tidak diterima oleh-Nya.
Dalam hadis lain juga banyak dijelaskan bahwa niat atas suatu kebaikan,
seseorang sudah memperoleh pahala walaupun ia tidak mengerjakannya.
Seperti sabda Nabi Saw:
إِنَّمَا
الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًا
فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ… يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ
بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ… الحديث (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Dunia (terbagi) menjadi empat kelompok: (pertama) seorang
hamba (Allah) yang dianugerahi oleh Allah ilmu dan harta, kemudian ia
mengamalkan ilmunya dalam (men-tasarufkan) hartanya….(dan
seterusnya) Kemudian seorang laki-laki berkata, “Seandainya aku
dianugerahi Allah sama seperti apa yang dianugerahkan-Nya kepada orang
itu, niscaya aku akan berbuat seperti yang dia perbuat,” kemudian orang
tersebut (menetapi) niatnya. Maka kedua orang tersebut (yang melakukan
perbuatan terpuji dan yang hanya berniat saja) pahalanya sama saja.”
Pembaca yang bijak…
Maka dari itu, kita harus mengetahui apa hakikat niat dan bagaimana
niat yang benar. Seseorang tidak akan pernah benar dalam berniat jika ia
tidak mengetahui hakikat niat. Niat, keinginan, dan qashdu
memliki arti yang sama, yakni satu sifat dan haliyah (tingkah) yang
dimiliki hati dan merupakan penggabungan dari dua hal, ilmu dan amal.
Yang pertama adalah ilmu, karena ilmu merupakan sebuah pondasi dan
syarat dari amal. Yang kedua adalah amal, karena amal merupakan buah
dari ilmu. Itu semua berangkat dari sebuah pengertian bahwa setiap amal
tidak akan tercapai tanpa mengetahui terlebih dahulu apa yang akan
diamalkan, kemudian keinginan untuk mdlakukannya, dan yang terakhir
kemampuan atau kesanggupan untuk mengerjakannya. Seseorang tidak akan
berbuat sebelum mengetahui apa yang akan dia perbuat. Dan sesorang tidak
akan melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak menghendakinya. Demikian
pula seseorang tidak akan berbuat sesuatu yang ia sendiri tak
yakin akan sangggup menjalankannya. Sederhananya, seseorang akan beramal
apabila dia mampu dan sanggup. Dia akan sanggup melakukan jika ia
mempunyai keinginan yang kuat. Dan keinginan itu muncul jika ia punya
pengetahuan tentang sesuatu yang akan ia perbuat.
Pembaca yang arif…
Lebih lanjut, setelah kita mengetahui hakikat niat, bagaimana usaha
kita agar amal kita bisa diterima di sisi Allah Swt. Sudah disebutkan di
awal bahwa setelah syarat-syarat sah amal terpenuhi, hendaknya kita
juga mengetahui syarat diterimanya amal, tiada lain itu adalah ikhlas.
Al Ghazali mendefinisikan ikhlas sebagai suatu hal yang murni, bersih
dari segala macam hal yang mencampurinya. Beliau mengutip sebuah ayat:
وَإِنَّ لَكُمْ
فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ
فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ (النحل ٦٦)
Artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar
terdapat pelajaran bagi kamu semua. Kami memberimu minum dari pada apa
yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan
darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa susu yang murni ialah yang bersih
dari kotoran, darah, dan segala sesuatu yang bisa mencampurinya. Berarti
amal yang ikhlas adalah amal yang murni, bersih dari riya’, ‘ujub, sum’ah, dan dari segala sesuatu selain Sang Pencipta. Dari sini, al Ghazali memaparkan arti ikhlas dengan sebuah ungkapan:
الْإِخْلَاصُ هُوَ تَجْرِيْدُ قَصْدِ التَّقَرُّبِ إِلَى اللهِ تَعَالَى عَنْ جَمِيْعِ الشَّوَاهِبِ
Artinya: “Ikhlas adalah memurnikan tujuan taqarrub kepada Allah semata dari segala yang mencampurinya.”
Syeh Sahl rahimhullah ta’ala, salah satu tokoh sufi tersohor mengartikan ikhlas dengan makna yang lebih dalam, beliau berseru dalam sebuah petuahnya:
الْإِخْلَاصُ أَنْ يَكُوْنَ سُكُوْنُ الْعَبْدِ وَحَرَكَاتُهُ للهِ تَعَالَى خَاصَّةً
Arinya: “Ikhlas ialah berdiamnya seorang hamba dan gerak-geriknya hanya karena Allah semata.”
Pembaca yang arif…
Marilah, mulai saat ini kita berusaha meningkatkan keikhlasan dalam
ibadah kita sehari-hari. Sebisa mungkin kita jauhkan diri kita dari
segala macam yang bisa melebur pahala amal kita, mulai dari riya’, takabbur, rujub, sum’ah,
dan segala penyakit hati. Kita jadikan ulama salaf sebagai panutan,
beliau-beliau sangat berhati-hati dalam menjalankan amal ibadah,
berusaha menyembunyikan amal baik lebih dari layaknya manusia yang
menutup rapat-rapat semua kejelekan, aib, dan dosanya agar tidak
diketahui orang lain. Itu dilakukan agar tidak terjerumus ke dalam
jurang kehancuran dan kerusakan yang akan disesali di kemudian hari.
Karena pada dasarnya, seluruh manusia akan mengalami kerusakan -di dalam
beramal- kecuali mereka yang ikhlas. Mungkin kita semua sudah mendengar
petuah para sufi yang sudah masyhur:
النَّاسُ
كُلُّهُمْ هَلْكَى إِلَّا الْعَالِمُوْنَ وَالْعَالِمُوْنَ كُلُّهُمْ
هَلْكَى إِلَّا الْعَامِلُوْنَ وَالْعَامِلُوْنَ كُلُّهُمْ هَلْكَى إِلَّا
الْمُخْلِصُوْنَ والْمُخْلِصُوْنَ عَلَى خَطَرٍ عَظِيْمٍ
Artinya: “Semua manusia akan binasa kecuali orang-orang yang berilmu,
yang berilmu pun akan binasa kecuali yang mengamalkan ilmunya, yang
mengamalkan ilmunya pun akan binasa kecuali mereka yang ikhlas, dan
mereka yang ikhlas pun masih dalam kekhawatiran yang besar.”
Dari petuah ini tentunya kita harus bisa merenungi bahwa seseorang
yang ikhlaspun belum mencapai titik kesempurnaan. Lalu bagaimana dengan
kita, apakah kita sudah disebut mukhlisi Kita koreksi diri kita
masing-masing apakah kita sudah tergolong mukhlish atau tidak. Mudah-
mudahan -dengan anugerah dan taufiq Allah SWT- kita semua bisa menjadi
orang yang ikhlas, tergolong mukhlishin, dan kelak di hari kiamat nanti
dikumpulkan bersama para mukhlishin. Bisa menggapai sa’adah
(kebahagiaan) dunia dan akhirat serta mendapatkan ridla di sisi-Nya.
Amin ya Rabbal falamin.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
#Disarikan dari Majalah MISYKAT
Post a Comment